Jumat, 14 Februari 2014

Klasifikasi Agregat


Agregat, apa itu agregat? Orang awam atau non-teknik sipil mungkin tidak mengetahui apa itu agregat. Agregat atau lebih tepatnya disebut batuan oleh orang awam, merupakan material yang paling sering digunakan dalam proyek konstruksi. Baik untuk jalan maupun untuk pembangunan gedung. Dan tentu saja, para perencana konstruksi punya alasan tersendiri asal mula penggunaan agregat pada proyek konstruksi.


Agregat merupakan batuan yang terbentuk dari formasi kulit bumi yang padat dan solid. Berdasarkan asal pembentukannya agregat diklasisifikasikan kedalam batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Sedangkan berdasarkan proses pengolahannya agregat digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu agregat alam dan agregat buatan.


Agregat alam merupakan agregat yang bentuknya alami, terbentuk berdasarkan aliran air sungai dan degradasi. Agregat yang terbentuk dari aliran air sungai berbentuk bulat dan licin, sedangkan agregat yang terbentuk dari proses degradasi berbentuk kubus ( bersudut) dan permukaannya kasar. Contoh agregat alam yang sering dipergunakan adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah agregat yang mempunyai diameter lebih dari ¼ inchi (6,35 mm), sedangkan pasir berukuran
kurang dari ¼ inchi, tetapi lolos saring No. 200 atau lebih besar dari 0,075 mm.

Permintaan akan agregat alam yang berbentu kubus atau bersudut, mempunyai permukaan kasar, dan bergradasi baik yang semakin banya tidak mungkin seluruhnya dapat dipenuhi oleh degradasi alami. Oleh karena itu, agregat alam juga dapat dibentuk dengan cara pengolahan. Penggunaan alat pemecah batu (crusher stone) yang terkontrol dapat membentuk agregat sesuai bentuk yang dibutuhkan. Terutama untuk pembangunan jalan. Agregat alam yang berasal dari tempat terbuka disebut pitrun, sedangkan yang berasal dari tempat tertutup disebut bankrun.

Selain agregat alam, juga terdapat agregat buatan. Agregat buatan merupakan agregat yang berasal dari hasil sambingan pabrik-pabrik semen dan mesin pemecah batu. Agregat buatan sering disebut filler (material yang berukuran lebih kecil dari 0,075 mm).

Berdasarkan besar partikel-partikelnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat halus dan abu/filler. Menurut ASTM agregat kasar berukuran > 4,75 mm, dan agregat halus berukuran < 4,75 mm. Sedangkan menurut AASHTO agregat kasar berukuran > 2 mm dan agregat halus berukuran antara 0,075 mm hingga < 2 mm.

Jenis-jenis Kolom Beton Bertulang

Kolom merupakan elemen tekan yang menumpu / menahan balok yang memikul beban-beban pada lantai. Sehingga kolom ini sangat berarti bagi struktur. Jika kolom runtuh, maka runtuh pulalah bangunan secara keseluruhan Pada umumnya kolom beton tidak hanya menerima beban aksial tekan, tapi juga momen. Berdasarkan bentuk dan komposisi material yang umum digunakan, maka kolom bertulang dapat dibagi dalam beberapa type berikut :

  1. Kolom empat persegi dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat lateral / sengkang. Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar atau berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk empat persegi ini merupakan bentuk yang paling banyak digunakan, mengingat pembuatannya yang lebih mudah, perencanaannya yang relatif lebih sederhana serta penggunaan tulangan longitudinal yang lebih efektif (jika ada beban momen lentur) dari type lainnya.
  2. Kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat spiral atau tulangan pengikat lateral. Kolom ini mempunyai bentuk yag lebih bagus dibanding bentuk yang pertama di atas, namun pembuatannya lebih sulit dan penggunaan tulangan longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban momen lentur) dibandingkan dari type yang pertama di atas.
  3. Kolom komposit. Pada jenis kolom ini, digunakan profil baja sebagai pemikul lentur pada kolom. Selain itu tulangan longitudial dan tulangan pengikat juga ditambahkan bila perlu. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat besar karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan ukuran kolom tidak terlalu besar.

Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas : Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil. Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam merencanakan kolom.

Menghitung struktur balok

Cara membuat kolom beton bertulang pada gedung tidak semudah ketika membangun rumah tinggal 1 lantai, perlu ketelitian dan ketepatan penggunaan metode kerja terbaik agar dapat menghasilkan kualitas kolom beton terbagus dan termurah. Pembuatan kolom praktis pada pembangunan rumah tinggal prosesnya cukup sederhana dan cepat, yaitu membeli besi rangkaian kolom praktis di toko bangunan lalu memasangnya dengan beskisting dinding batu bata secara langsung ditambah papan kayu maka pengecoran kolom praktis sudah bisa dimulai hingga selesai. Sedangkan pada pembangunan kolom beton gedung bertingkat tinggi prosesnya agak panjang, yaitu kurang lebih sebagai berikut:

Cara membuat kolom beton bertulang

  1. Pada tahap perencanaan kita buat gambar desain bangunan untukmenggambarkan bentuk konstruksinya dan menentukan letak kolom struktur.
  2. Selanjutnya melakukan perhitungan struktur bangunan untuk mendapatkan dimensi kolom dan bahan bangunan yang kuat untuk digunakan namun tetap ekonomis.
  3. Melakukan pekerjaan pengukuran untuk menentukan posisi kolom bangunan, ini harus pas sesuai dengan gambar rencana. apalagi pada gedung bertingkat tinggi yang angka toleransi kesalahan hanya beriksar 1 cm, jika salah dalam mengukur maka ada resiko keruntuhan gedung.
  4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi yang perlu dipersiapkan. ini sering disebut sebagai bestek besi.
  5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah  direncanakan.
  6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan dibuat.
  7. Membuat bekisting / cetakan. bisa terbuat dari kayu, plat alumunium atau media lain yang mampu menahan saat proses pekerjaan pengecoran beton.
  8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan.
  9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai dengan ukuranrencana, dan apakah sudah benar-benar tegak.
  10. Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.
  11. Membuat adukan beton atau memesan beton precast dengan kualitas sesuai hasil perhitungan semula. misalnya mau menggunakan mutu beton K-250, K-300, K-400 dan seterusnya.
  12. Melakukan pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor bisa dilakukan dengan berpedoman pada ukuran bekisting atau mengukur sisa cor dari ujung atas bekisting.
Begitulah kurang lebih urutan perhitungan struktur balok, untuk menghitungnya dapat menggunakan rumus-rumus yang sudah tersedia sesuai standar yang dipakai, misalnya rumus dari standar nasional indonesia ( SNI ), Standar internasional atau standar rumus perusahaan masing-masing. Perhitungan struktur balok biasanya dihitung juga mengenai perhitungan struktur lantai dan perhitungan struktur kolom, perhitungan struktur pondasi, selamat menghitung , bagi yang punya rumus-rumus perhitungan struktur balok dapat
ditambahkan dibawah

Perencanaan Kolom

Cara membuat kolom beton bertulang pada gedung tidak semudah ketika membangun rumah tinggal 1 lantai, perlu ketelitian dan ketepatan penggunaan metode kerja terbaik agar dapat menghasilkan kualitas kolom beton terbagus dan termurah. Pembuatan kolom praktis pada pembangunan rumah tinggal prosesnya cukup sederhana dan cepat, yaitu membeli besi rangkaian kolom praktis di toko bangunan lalu memasangnya dengan beskisting dinding batu bata secara langsung ditambah papan kayu maka pengecoran kolom praktis sudah bisa dimulai hingga selesai. Sedangkan pada pembangunan kolom beton gedung bertingkat tinggi prosesnya agak panjang, yaitu kurang lebih sebagai berikut:

Cara membuat kolom beton bertulang

1. Pada tahap perencanaan kita buat gambar desain bangunan untuk menggambarkan bentuk konstruksinya dan menentukan letak kolom struktur.
2. Selanjutnya melakukan perhitungan struktur bangunan untuk mendapatkan dimensi kolom dan bahan bangunan yang kuat untuk digunakan namun tetap ekonomis.
3. Melakukan pekerjaan pengukuran untuk menentukan posisi kolom bangunan, ini harus pas sesuai dengan gambar rencana. apalagi pada gedung bertingkat tinggi yang angka toleransi kesalahan hanya beriksar 1 cm, jika salah dalam mengukur maka ada resiko keruntuhan gedung.
4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi yang perlu dipersiapkan. ini sering disebut sebagai bestek besi.
5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah direncanakan.
6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan dibuat.
7. Membuat bekisting / cetakan. bisa terbuat dari kayu, plat alumunium atau media lain yang mampu enahan saat proses pekerjaan pengecoran beton.
8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan.
9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai dengan ukuran rencana, dan apakah sudah benar-benar tegak.
10. Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.
11. Membuat adukan beton atau memesan beton precast dengan kualitas sesuai hasil perhitungan semula. misalnya mau menggunakan mutu beton K-250, K-300, K-400 dan seterusnya.
12. Melakukan pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor bisa dilakukan dengan berpedoman pada ukuran bekisting atau mengukur sisa cor dari ujung
atas bekisting.

Pada setiap rangkaian pelaksanaan pekerjaan tersebut membutuhkan pengecekan
bersama entah itu dengan konsultan perencana, kontraktor, konsultan pengawas
maupun pemilik gedung secara langsung. hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir
kesalahan yang mungkin terjadi dalam perencanaan maupun pelaksanaan.

Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom

Dalam setiap struktur bangunan bertingkat diperlukan adanya balok dan kolom. Eleme-nelemen tersebut dibutuhkan untuk memikul beban-beban yang terjadi pada struktur bangunan. Beban-beban yang terjadi dapat berupa beban mati, hidup, angin dan gempa. Di setiap lantainya beban dipikul oleh balok tetapi untuk menyalurkan beban yang diterima balok disetiap lantai diperlukan kolom yang dapat menyalurkan beban-beban tersebut ke dalam pondasi. Sehingga kolom mengalami beban aksial yang jauh lebih besar daripada balok. Pada perencanaan balok di setiap lantai adalah sama tetapi metode tersebut tidak dapat diterapkan terhadap kolom. Kolom disetiap lantai menerima beban yang berbeda-beda dikarenakan akumulasi beban pada lantai sebelumnya. Maka pada perencanaan kolom, pada lantai bawah mengalami dimensi dan penulangan yang lebih daripada kolom diatasnya. Dikarenakan beban aksial yang terjadi maka kolom mengalami keruntuhan tekan. Perlu diketahui keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan visual yang cukup jelas seperti yang tejadi pada balok. Keruntuhan kolom struktural sangat perlu diperhatikan karena berhubungan dengan segi ekonomis dan korban jiwa. Oleh karena itu diperlukan adanya kekuatan cadangan tambahan lebih besar daripada balok. Prinsip-prinsip kompatibilitas tegangan dan regangan kolom tidak jauh berbeda dengan balok tetapi perlu ditekankan bahwa pada kolom terdapat penambahan faktor tekan tidak hanya momen lentur. Maka perlu dilakukan penyesuaian persamaan balok untuk kolom yang mengalami kombinasi beban aksial dan lentur. Perencanaan kolom yang daktail diperlukan adanya tulangan. Tulangan pada kolom yang mendominasi adalah tulangan tekan karena perilaku kegagalan tekan dalam kasus-kasus dengan rasio antara beban aksial dengan momen lentur yang besar tidak dapat dihindari. Proses kegagalan yang terjadi pada kolom akibat adanya beban yang tidak mampu dipikul oleh kolom adalah terjadi retak-retak disepanjang permukaan kolom. Jika beban diperbesar maka akan terjadi spalling, yang bisa disebut juga pengelupasan selimut beton diluar sengkang. Pada keadaan yang lebih ekstrim maka kolom akan tertekuk atau mengalami local buckling pada tulangan memanjang.

Prinsip-prinsip yang mendasari perhitungan kekuatan kolom adalah sebagai berikut:


  1. Distribusi regangan linier terjadi sepanjang ketebalan kolom.
  2. Tidak ada gelincir antara beton dan baja (yaitu, regangan dalam baja dan beton yang berhubungan adalah  ama).
  3. Regangan beton diperbolehkan maksimum pada saat kegagalan untuk tujuan perhitungan-perhitungan kekuatan.
  4. Tahanan tarik beton dapat diabaikan dan tidak diperhitungkan didalam perhitungan.